Pedoman dalam Mendidik
Pedoman dalam Mendidik merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 28 Oktober 2025 M / 6 Jumadil Awal 1447 H.
Kajian Tentang Pedoman dalam Mendidik
Allah berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran [3]: 159).
Ayat mulia ini menjelaskan kunci sukses dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Pedoman ini juga dapat membantu dalam membina, membangun hubungan yang baik dengan anak-anak, serta melembutkan hati mereka hingga dapat menerima setiap pelajaran yang diberikan. Ayat ini merupakan semacam pedoman dalam berdakwah.
Dari ayat ini pula, para ulama mengambil satu kaidah dalam dakwah, yaitu الأصل في الدعوة اللين yang berarti “Pokok dasar dalam dakwah adalah kelemahlembutan.”
Dari firman Allah, “فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ” (Maka berkat rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka), dapat diambil beberapa pelajaran berharga, baik bagi orang tua, guru, pendidik, atau siapa pun.
1. Kelembutan dalam Sikap, Tutur Kata, dan Perasaan
Pelajaran pertama adalah kelembutan dalam bersikap, bertutur kata, dan berperilaku. Sifat ini diambil dari firman Allah, “فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ” (Dan dengan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut kepada mereka).
Sebaliknya, lawan dari kelembutan, yaitu sikap kasar dan keras, akan menghasilkan sesuatu yang buruk dan kontraproduktif, seperti yang diisyaratkan, “وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ” (Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu). Jika bersikap kasar dan keras, mereka akan lari dari sisi; hati akan menjauh dan tidak dapat menyerap pelajaran yang disampaikan.
Seorang pendidik harus memiliki perasaan kasih sayang, rasa cinta, dan mengayomi, karena tujuannya adalah mengajarkan dan mengarahkan, bukan menghukumi dan menghakimi. Menghukumi dan menghakimi bukanlah tujuan utama dalam pendidikan.
Oleh sebab itu, dahulukanlah kelemahlembutan. Jauhilah sikap dan kata-kata yang kasar, demikian pula hati yang keras serta kurang memiliki empati. Semua itu akan menjadikan pelajaran yang disampaikan terasa mentah dan hambar, membuat anak merasa tidak nyaman, dan memilih untuk menjauh. Meskipun secara fisik mungkin ia tidak bisa menjauhkan diri dari orang tua, hatinya akan menjauh.
Suguhkanlah sikap yang membuat hati anak lapang. Perdengarkan kata-kata yang membuat hati mereka bahagia dan gembira. Berikan perhatian yang tulus dan hangatkan dengan rasa cinta dan kasih sayang.
Apabila seorang pendidik mampu mewujudkan itu semua, Allah menyatakan itu adalah rahmat dari-Nya. Allah merahmati pendidik tersebut. Inilah yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau selalu mengedepankan kelemahlembutan.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَمَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan membuatnya bertambah buruk (jelek).” (HR. Muslim).
Beliau juga bersabda:
الرِّفْقُ خَيْرٌ كُلُّهُ
“Kelembutan itu baik seluruhnya.” (HR. Muslim)
Maka, dahulukanlah kelemahlembutan. Memang, mendidik anak adalah ujian yang kadang memancing emosi, reaksi berlebihan, bahkan sikap keras dan kasar. Kesabaran seolah sedang diuji. Namun, di situlah letak ujiannya.
Apabila seorang pendidik mampu mengendalikan diri, ia akan dapat mengubah energi-energi negatif itu menjadi sesuatu yang positif. Ia tidak akan kehilangan kekuatan dari kata-katanya karena tetap berada dalam bingkai hikmah. Sebaliknya, jika kehilangan kendali dan kesabaran, ia akan kehilangan hikmah, baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Hal ini kontraproduktif dan akan meninggalkan dampak yang buruk.
Anak-anak memang dihadirkan sebagai ujian. Allah berfirman dalam surah At-Tagabun ayat 15:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu).” (QS. At-Tagabun [64]: 15).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ
“Ujian (fitnah) yang Allah timpakan kepada seseorang (melalui) keluarganya, yaitu istrinya, hartanya, anaknya…” (HR. Bukhari).
Anak-anak adalah makhluk yang memerlukan bimbingan, dan orang tua diamanahkan oleh Allah untuk membimbing mereka. Proses bimbingan tersebut pasti tidak mulus karena merupakan ujian. Ujian yang Allah berikan berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain.
Oleh karena itu, tidak perlu mengeluh tentang kenakalan atau tingkah laku anak. Semua orang diuji dengan anak dengan beragam bentuk ujian. Laksanakan tugas mendidik dengan kesabaran dan kelemahlembutan.
Hasil bukan berada di tangan manusia, melainkan di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemampuan bersikap lemah lembut dan mendahulukan kelemahlembutan merupakan rahmat dari Allah. Tidak semua orang dirahmati Allah memiliki kemampuan ini.
Pesan kelemahlembutan ini juga Allah sampaikan kepada Nabi Musa dan Harun, ketika diperintahkan untuk menghadapi Firaun.
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS. Ta Ha [20]: 44).
Pesan ini berlaku untuk menghadapi Firaun, yang kita tahu bagaimana sulitnya menghadapi sosok tersebut. Menghadapi anak-anak tentu tidak serumit itu. Yang diperlukan hanyalah kesabaran, serta tidak kehilangan hikmah dan kebijaksanaan.
Kesabaran, hikmah, dan kebijaksanaan dapat dicapai jika berhasil meredam amarah dan emosi. Apabila emosi menguasai diri, akan sulit bersikap lembut karena hati akan mengeras dan kasar, serta menjauh dari kelemahlembutan.
Prioritas utama adalah mendahulukan kelemahlembutan, karena yang ingin ditaklukkan adalah hati seseorang. Melunakkan hati manusia, bahkan hati anak sendiri, bukanlah perkara mudah. Tidak semudah itu menaklukkan hati anak. Banyak orang tua yang gagal mengambil hati anak karena kekurangan kesabaran atau kekeliruan dalam bersikap dan mendidik, sehingga hati menjadi berjauhan.
Hati kalau sudah berjauhan maka menjadi susah. Tidak akan bisa saling mengerti, enggak akan bisa saling memahami. Apapun yang keluar dari lisan kita tidak berarti. Baginya seperti radio rusak. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55742-pedoman-dalam-mendidik/
 Menjauhi Syubhat dan Menjaga Diri dari Prasangka Buruk
 Menjauhi Syubhat dan Menjaga Diri dari Prasangka Buruk